Archive for 2014

Tari Kecak

Kamis, 30 Oktober 2014
Posted by Unknown

Tari Kecak ialah pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan pada tahun 1930-an dan dimainkan terutama oleh laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak (puluhan atau lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan “cak” dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Namun demikian, Kecak berasal dari ritual Sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat.
Para penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur melingkari pinggang mereka. Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana seperti Rhama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa.
Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian Sanghyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik. Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana.
Sekitar tahun 1930-an Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak mempopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.

Tari Kecak biasanya disebut sebagai tari "Cak" atau tari api (Fire Dance) merupakan tari pertunjukan masal atau hiburan dan cendrung sebagai sendratari yaitu seni drama dan tari karena seluruhnya menggambarkan seni peran dari "Lakon Pewayangan" seperti Rama Sita dan tidak secara khusus digunakan dalam ritual agama hindu seperti pemujaan, odalan dan upacara lainnya.
Bentuk - bentuk "Sakral" dalam tari kecak ini biasanya ditunjukan dalam hal kerauhan atau masolah yaitu kekebalan secara gaib sehingga tidak terbakar oleh api.

Keunikan.
Tidak seperti tari bali lainnya menggunakan gamelan sebagai musik pengiring tetapi dalam pementasan tari kecak ini hanya memadukan seni dari suara - suara mulut atau teriakan - teriakan seperti "cak cak ke cak cak ke" sehingga tari ini disebut tari kecak.



Ditambahkan oleh TariKecak.com, Tarian Kecak ini bisa ditemukan di beberapa tempat di Bali, tapi yang di Uluwatu adalah yang paling menarik untuk ditonton karena atraksinya bersamaan dengan sunset atau matahari tenggelam.
Menurut Wikipedia, kecak diciptakan pada tahun 1930-an oleh Wayan Limbak yang bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.

Selain kisah Ramayana, ada beberapa judul dan tema kecak yang sering dipentaskan seperti :
- Kecak Subali dan Sugriwa, diciptakan pada tahun 1976.
- Kecak Dewa Ruci, diciptakan pada tahun 1982.
Keduanya merupakan hasil karya dari Bapak I Wayan Dibia.

Joged

Kamis, 23 Oktober 2014
Posted by Unknown

Seni tari tidak bisa terlepas dari budaya yang menghasilkannya. seni tari mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia, seperti dalam konteks ritual, dalam hal ekspresi estetik murni, maupun sebagai media komunikasi personal maupun kolektif. Namun dinamika budaya masyarakat ikut membawa perubahan – perubahan pada seni tari. Perubahan itu terjadi, baik pada aspek bentuk, fungsi, maupun maknanya.
Ragam dan gaya seni tari adalah kristalisasi dari nilai-nilai budaya masyarakat pendukungnya. Seni tari Bali dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu :
1.Tari Wali, yaitu tari yang berfungsi sebagai sarana atau pelaksana upacara agama. Contohnya : Tari Rejang dan Tari Sanghyang.
2.Tari Bebali, yaitu tarian yang berfungsi sebagai penunjang jalannya upacara yang dalam pementasannya memakai lakon. Contohnya : Tari Topeng.
3.Tari Balih – balihan, yaitu tarian yang tidak tergolong tari Wali dan Tari Bebali yang khusus dipertunjukkan untuk hiburan. Contohnya : Tari Joged.
Dalam buku Dance and Drama in Bali menyatakan tari joged merupakan satu-satunya tarian yang bisa dikategorikan sebagai tarian sosial di Bali dengan varian yang mencakup Gandrung, Oleg, Leko dan Andir, dimana tarian ini dimulai dengan penampilan tarian solo dalam style legong yang sangat jelimat. Tarian ini diiringi dengan gamelan bambu, penari joged ini mengenakan hiasan kepala seperti helm, dengan mahkota melengkung kedepan menyentuh hiasan yang melingkar hingga ke bagian kepala yang ditutup dengan bunga cempaka atau kamboja yang berlapis-lapis. Tarian joged sekarang ini sedang marak-maraknya dengan pertunjukan goyangan ngebor untuk menarik perhatian penonton, dibandingkan dengan tari joged yang terdahulu dimana zaman dalu tarian joged hanya menggunakan egolan kesamping kanan maupun kiri dan dilihat perkembangannya tarian joged sekarang ini lebih banyak menonjolkan gerakan-gerakan erotis goyang pinggul yang memiliki daya rangsang terhadap penonton.
Istilah tari joged dalam bahasa Indonesia terdiri dari kata tari dan joged. Tari merupakan ekspresi jiwa manusia yang dituangkan melalui gerak ritmis yang indah, sedangkan kata joged merupakan tari tandak dan ranggeng, berjoged ( menari ) menurut pengertian, joged merupakan tarian yang sangat demonstratif, lincah dan tanpa cerita. Tari joged dikatakan sebagai tarian rakyat yang berfungsi sebagai hiburan atau tari pergaulan ( Drs. Soedarsono ). Pernyataan yang ada dalam buku Diskripsi Tari Bali menyatakan bahwa secara etimologi kata Joged berarti Tari ( tarian wanita ). Joged dipakai untuk menyebutkan sebuah seni pertunjukkan yang memiliki aspek-aspek tari sosial yang tinggi nilainya setelah seorang penari joged menyelesaikan sebuah tarian tunggal yang abstrak bentuknya. Dalam tarian Joged “ ngibing “ merupakan ajakan penari joged kepada penonton untuk menari bersama-sama diatas panggung, dan kadang-kadang bisa terjadi kontak tangan, kadang kala mereka melakukan tarian sejenis tarian bercinta, namun jika mencoba untuk bagian-bagian terlarang penari joged, maka ia akan terkena pukulan kipas dari penari joged.
Jenis-Jenis Tari Joged Tari Joged ini dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :
1.Joged Pingitan Joged Pingitan ini pada awalnya merupakan tari pergaulan yang diayomi di lingkungan istana dan sekarang menjadi tarian yang disakralkan. Misalnya di banjar Pekuwudan Sukawati.
2.Adar, Tokohan, Udegan Merupakan tari pergaulan yang sudah dipelihara oleh masyarakat banyak.
3.Andir Merupakan sejenis tari pergaulan yang pementasannya dikaitkan dengan ritual keagamaan atau kepercayaan.
4.Gandrung Merupakan sejenis tari pergaulan yang ditarikan oleh kaum laki-laki, namun pada saat sekarang tarian ini berkembang menjadi tarian yang ditarikan oleh kaum perempuan.
5.Joged Bungbung Suatu tari pergaulan yang berfungsi sebagai hiburan dimana penyebarannya sangat luas hampir di seluruh Bali.






Tari Joged mempunyai banyak macam, antara lain:
1. Joged BumbungTari joged yang diiringi dengan gamelan tingklik bambu berlaras Slendro yang disebut Grantang atau Gamelan Gegrantangan. Tarian ini muncul pada tahun 1946 di Bali Utara dan kini Joged Bumbung dapat dijumpai hampir di semua desa dan merupakan jenis tari joged yang paling populer di Bali.
2. Joged Pingitan
Jenis joged yang dalam pementasannya membawakan suatu lakon dan diiringi dengan gamelan tingklik bambu yang berlaras Pelog, yang disebut Gamelan Joged Pingitan. Disebut Joged Pingitan karena di dalam pementasan tarian ini ada bagian-bagian yang dilarang (dipingit) yaitu pengibing hanya bisa menari untuk dapat mengimbangi gerak tari yang ditimbulkan oleh penari joged dan tidak boleh menyentuh penarinya. Repertoir yang biasa dijadikan suatu lakon adalah kisah Prabu Lasem dan di beberapa tempat ada juga yang mengambil cerita Calonarang. Berdasarkan data-data yang ada, joged ini muncul di Bali sekitar tahun 1884. Semula adalah tarian hiburan bagi raja yang konon penari-penarinya adalah para selir.

by I Dewa Putu Bedil
3. Joged GebyogJenis tari joged yang diiringi dengan bumbung gebyog yang ritmis berlaras Slendro dan hanya terdapat didaerah Bali bagian barat (daerah Jembrana).
4. Joged GandrungMerupakan tari pergaulan yang penarinya laki-laki berhias dan berpakaian wanita, serta diiringi dengan seperangkat Gamelan Tingklik yang terbuat dari bambu yang berlaras pelog. Semula penari Gandrung ini lelaki muda usia berparas tampan namun sekarang Gandrung sudah ditarikan oleh penari wanita. Gandrung hanya dapat diketemukan di beberapa desa di Gianyar,Badung dan Denpasar.

Semua tari Joged (kecuali Joged Pingitan yang memakai lakon Calonarang), selalu ada bagian paibing-ibingannya yaitu tarian bermesraan. Diawali dengan penari joged memilih (nyawat) penonton laki-laki yang diajak menari bersama-sama di atas pentas. Sebagai sebuah kesenian rakyat, tarijoged diiringi dengan barungan gamelan yang didominir oleh instrumen-instrumen bambu. Di daerah Tista, Tabanan ada sejenis tari Joged yang mendekati Legong Kraton yang disebut Leko, dan di Bongan Gede, Karangasem terdapat tari Joged yang dianggap sakral yang dinamakan Joged Bisama.

Tari Tenun

Selasa, 21 Oktober 2014
Posted by Unknown
Dipentaskan oleh satu wanita atau lebih. "Tenun" berasal dari kata kerajinan memintal atau membuat pakaian seperti kamen batik, sarung atau sulaman Bali lainnya oleh para pengerajin wanita yang biasanya dikerjakan di rumah atau industri rumah tangga. 
Tari ini merupakan inspirasi dari keuletan dan kerapian dari setiap hasil tenun.



Tari tenun merupakan tarian yang menggambarkan perempuan Bali dalam membuat kain tenun (sejenin kain tradisional Bali Timur). Dan membuat kain tenun mulai dari proses memintal benang sampai pada menenun dengan perasaan tenang dan gembira. Tarian ini pada umumnya dibawakan oleh tiga orang penari atau lebih. Tari tenun diciptakan oleh I Nyoman Ridet dan I Wayan Likes pada tahun 1962.


Tari ini menggambarkan bahwa Bali memiliki kebudayaan dan kegiatan yang unik dalam bermasyarakat. Dalam tari ini disimbolkan betapa harmonisnya dan giatnya rakyat Bali dalam kehidupan. Dari sejarah ini terdorong inspirasi bagi pengarang Tari Tenun ini untuk menciptakan maha karya tari yang sampai sekarang ini masih dilestarikan oleh generasi muda Bali demi tetap eksisnya kebudayaan di Bali. Dengan ini, dapat mendatangkan ketertarikan para wisatawan dengan adanya kesenian yang unik contohnya tari tenun.
Fungsi Tari Tenun
Tari tenun berfungsi untuk melestarikan kebudayaan tenun-menenun yang ada di Bali dan juga melestarikan alat-alat tradisional yang dipergunakan dalam menenun.

Bentuk Penyajian
Pada umumnya, tari tenun ditarikan lebih dari 1 orang, untuk itu bentuk penyajiannya akan menggunakan bentuk penyajian berkelompok. Di dalam menyajikan tarian apapun, diperlukan kekompakan yang sangat baik begitu pula dalam penyajian tari tenun, karena jika antara penari yang satu dengan penari yang lainnya tidak melakukan gerakan dengan serempak, maka penyajiannya akan terlihat kurang baik.

Susunan Gerak
Susunan gerak pada Tari Tenun adalah sebagai berikut :
1. Ngumbang,ngeseh, mungkang lawang, agem kanan, sledet kanan, nrudut, kemudian sledet pong.
2. Tangan kiri menik benang ke kiri, nrudut, sledet pong, ombak angkel, ngeseh.
3. Agem kiri kemidian agem kanan, ngelung kanan, ngelung kiri, ngumat ngutik, nyeleog ke belakang.
4. Ngumbang luk penyalin ke belakang, ngangsel putar ke depan.
5. Di ikuti oleh penari selanjutnya, jalan ke kanan dan kiri, agem, duduk.
6. Seleog kanan, seleog kiri, nyalut pelan, suntil ke kiri, seleog kanan, seleog kiri, nyalut cepat dilanjutkan dengan memutar kapas berulang-ulang, setelah itu lakukan ngumbang dan kembali memutar kipas, ngangget, ambil taruh dibawah dilanjutkan dengan memutar kipas. Dan terakhir bangun dan terjadi perubahan posisi.
7. Seleog kan, seleog kiri, nyalut pelan, suntil ke kiri, seleog kanan, seleog kiri, nyalut cepat dilanjutkan dengan tangan ngejer ke kiri, kemudian pindah ke kanan berulang-ulang, ngangget taruh di atas, ambil taruh di tengah, taruh atas, dan terakhir ileg-ileg 3kali.
8. Bangun dan ubah posisi menjadi diagonal, nyalut kaki kiri, agem kiri, dan nganyinin, tangan kiri di pinggang, dan lagi nganyinin, tangan buka dan tutup, dan nganyinin lagi.
9. Ubah posisi menjadi segi empat atau segitiga, nyalut kaki kanan dorong, ileg-ileg, di ulangi lagi, nyeregseg ke kiri dan ke kanan, nyalut kaki kiri, angkat kanan ubah posisi membelakangi pasangan.
10. Nyalut kaki kanan dorong, ileg-ileg, diulangi lagi, nyeregsegke kiri dank e kanan, nyalut kaki kiri, angkat kanan, ubah posisi penari pindah ke depan.
11. Duduk kaki kiri jinjit, tangan kanan masukkan benang 3kali, ulangi dengan tangan kanan jinjit. Kemudian, kerincing2 tekan kanan ke bawah ke kiri dank e kanan , dorong dan lepaskan , ulangi lagi dari tangan jinjit. Sampai lepaskan , setelah selesai gamelan cepat lanjut dengan bangun 2 atau 3 penari pulang,
12. Dan penari yang terakhir ngeseh balik ke depan ngakub bawa, selesai.

Busana Tari Tenun
 Kepala memakai lelunakan.
 Pakaiannya terdiri dari tapih, kamen, dan selendang yang di lilitkan di dada serta sabuk prada.
 Tata rias hampir sama dengan tarian lain.
 Bunga sandat 3buah di kenakan di kepala.
 Bunga yang berwarna merah, juga di kenakan di kepala.
 Bunga semanggi di kenakan di kepala.

Alat-Alat Musik
Tari Tenun di iringi oleh gamelan gong, yang terdiri dari :
 Beberapa gender
 Guplek
 Ceng-ceng
 Riong
 Kempur
 Kepluk, dan
 Suling

Topeng Sidakarya

Jumat, 17 Oktober 2014
Posted by Unknown

Dalam masyarakat Bali, Topeng Sidhakarya seakan-akan disamakan dengan Topeng Pajegan. Pengertian itu terjadi bahwa Topeng Pajegan itu dilakoni oleh hanya seorang penari (pragina), dengan memainkan sejumlah karakter topeng. Tetapi kenyataannya dewasa ini tidak selamanya “nopeng sidhakarya” itu diperankan tokoh-tokohnya hanya oleh seorang pelaku. Sering dua atau lebih penari topeng, menarikan pada bagian lakonnya, hanya pada hadirnya topeng sidhakarya, dilakukan oleh seorang diantara mereka itu.
Kata Topeng mempunyai pengertian, yaitu :
  1. Topeng merupakan suatu benda penutup muka. Di sini dimaksud “tutup” yang dipakai untuk menutupi muka manusia. Topeng mengandung pengertian suatu benda yang ditekankan pada muka, yaitu tapel. Jadi disamping tapel, make up pun bisa disebut topeng, karena ia menimbulkan perubahan muka dari wujudnya semula.
  2. Kata topeng berasal dari kata “tup” yang berarti tutup. Karena gejala bahasa yang disebut pembentukan kata, kata “tup” ditambah saja dengan kata “eng“, yang kemudian menjadi “tupeng“. Tupeng kemudian mengalami perubahan sehingga menjadi topeng.
  3. Di Bali kata topeng berarti tutup atau tapel. Oleh karena itu pula bahwa tari topeng dikatakan sebagai tari yang memakai tapel untuk menutupi mukanya.
Akhirnya dari pengertian tersebut di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa topeng di Bali adalah suatu tarianyang penarinya memakai tapel atau topeng dan memakai sejarah atau babad sebagai lakon.
Sedangkan istilah Sidhakarya (Sidakarya : Bali), berasal dari kata “sida” dan “karya“. Kata “sida” dalam bahasa Sansekerta, dari urat kata “siddh” (kelas I/IV), artinya mencapai. Dalam pembentukannya (PP) menjadi kata siddha/siddhya, yang artinya berhasil, tercapai, terlaksana, sempurna. Sedangkan kata “karya“, memiliki pengertian tugastujuankerja/pekerjaanritual/upacara. Kedua kata itu menjadi kosa kata dalam bahasa Jawa Kuno (Bahasa Kawi) “Siddhakarya” dan dalam bahasa Bali “Sidakarya“, yang mempunyai arti yang sama, yakni pekerjaan yang berhasil atau sempurna ( Mardiwarsito, 1985 : 527). Jadi Topeng Sidakarya, merupakan sebuah pernyataan bahwa pekerjaan/karya yang digelar sudah selesai dengan sempurna.
Kaitan Topeng Sidakarya dengan upacara Agama Hindu
Pada setiap upacara keagamaan Hindu di Bali, terutama dalam tingkatan yang lebih besar, wali Sidakarya tidak dapat dilupakan. Dalam bentuk sederhana dibuat banten sesayut Sidakarya. Dengan demikian, pertunjukan Topeng Sidakarya sebagai pelengkap dalam upacara mengandung arti sebagai berikut:
1. Sesuai dengan nama Topeng Sidakarya, ada tujuan supaya pekerjaan atau upacara berlangsung serta selesai dengan baik dan selamat. Selesai dengan baik mengandung arti bahwa upacara berlangsung sebagaimana mestinya lengkap terdiri dari upacara sesuai dengan tingkatan upacara. Selamat mengandung arti upacara terhindari dari segala mara bahaya. Hal ini dapat dihubungkan dengan ekspresi Topeng Sidakarya yakni tipe pelawak tersenyum, membangkitkan rasa kengerian.
2. Untuk menghubungkan umat dengan Sang Hyang Widhi dan leluhur melalui lakon yang dipentaskan memberi uraian tentang arti suatu upacara yang sedang digelar.
3. Upacara tersebut tidak hanya dipimpin dan diselesaikan atau di-puput oleh pendeta (sulinggih), tetapi pertunjukan topeng ikut memberi pengukuhan suksesnya serta sempurnanya sebuah upacara. Anugerah kesempurnaan dan kemakmuran dapat disaksikan pada akhir pertunjukan Topeng Sidakarya yakni secara simbolis peranan Sidakarya menghambur-hamburkan uang kepeng dan beras kuning (sekarura).
Demikian pentingnya pertunjukan Topeng Sidakarya keterkaitannya dengan upacara keagamaan dalam segala yadnya yang digelar di keluarga maupun di pura-pura besar perlu kiranya disikapi dengan arif sehingga tujuan inti ber-yadnya lebih meningkatkan kemantapan pencapaian spiritual. Di samping sebagai pelengkap dalam upacara agama Hindu, Topeng Sidakrya adalah seni kebudayaan Hindu yang dapat mengungkap sejarah.
Sejarah Topeng sidakarya
Kisahnya dimulai terjadi pada pemerintahan Dalem Waturenggong di Gelgel, tatkala beliau mengadakan upacara besar di Pura Besakih. Banyak pandita yang diundang untuk muput upacara ini. Tersebutlah pandita (brahmana) sakti dari Keling, yang tidak diundang dalam upacara itu, tetapi ingin terlibat muput karya. Niatnya ini karena didasarkan pada hubungan kekerabatan antara Keling di Jawa dan Gelgel di Bali karena itu beliau datang. Sayangnya, karena perjalanan yang jauh dan berhari-hari, Pandita Keling sampai di Gelgel dalam keadaan kumal, bajunya compang-camping, mirip seorang pengemis. Dalam pakaian seperti itu, tak ada seorang pun staf kerajaan yang percaya kalau tamu tanpa diundang ini seorang pandita. Maka, Pandita Keling diusir dengan paksa, setelah sebelumnya sempat dihina.
Pandita Keling pergi dengan dendam. Di sebuah tempat yang sepi, dia melakukan perlawanan dengan mengucapkan mantra yang berisi sumpah yadnya yang diselenggarakan oleh Dalem Waturenggong tidak akan membawa berkah/tidak berhasil, malahan menimbulkan bencana. Semua banten menjadi busuk dan tikus-tikus pun mengerubungi banten busuk itu. Tikus semakin banyak sampai merusak tanaman petani. Rakyat menjadi resah. Raja Waturenggong dalam samadinya tahu siapa yang mengutuk upacara besarnya itu. Dia lantas mengutus Arya Tangkas untuk menjemput pandita yang masih tinggal di tempat sepi (suung) itu. Raja meminta maaf dan mempersilakan Pandita Keling untuk ikut muput upacara bahkan menjadi pamuput paling akhir sehingga karya itu menjadi sida (diberkahi). Prosesi ini bagi masyarakat kebanyakan lantas disebut pamuput Sidakarya.
Dari legenda itu masyarakat Hindu di Bali lantas membuat Topeng Sidakarya. Wujudnya berwajah jelek dengan gigi merangas sebagai simbol dari pandita yang wajahnya mirip gelandangan. Karena itu, penari Topeng Sidakarya biasanya lebih banyak menutup wajah — terutama mulut — dengan kain putih yang dibawanya. Namun, mantra yang diucapkan sangat bertuah karena dilakukan dengan ngider buwana (ke segala arah). Itu sebabnya, tidak semua penari topeng mampu menarikan Dalem Sidakarya. Kebanyakan masyarakat Bali yang tidak mementaskan Topeng Sidakarya untuk muput yadnya beralasan lain lagi, yakni tak ingin memanggil sekaa topeng. Pengeluaran bertambah dengan mementaskan topeng. Namun, Topeng Sidakarya sendiri sesungguhnya bisa dipentaskan tanpa ”pementasan topeng”. Artinya, yang didatangkan hanya seorang penari topeng yang sudah berhak (secara ritual) membawakan topeng Dalem Sidakarya itu.
Gamelan pengiring tidak menjadi masalah, bisa gong gede, angklung, maupun gender biasa, disesuaikan dengan gamelan yang ada pada penyelenggaraan yadnya. Dalam hal ini penari Topeng Sidakarya disebut ”Topeng Pajegan”, karena dia harus menarikan berbagai peran. Dalem Sidakarya hanya muncul pada saat akhir yakni ketika membuat tirtha. Karena itu sebelumnya ”penari pajegan” ini melakukan improvisasi dan monolog untuk mengantar pada kemunculan Dalem Sidakarya. Penari bisa membanyol, bisa pula memberikan semacam dharma wacana, tergantung siapa penarinya. Sebagai seni ritual (seni wali) Topeng Sidakarya perlu dikembangkan dan dipopulerkan. Tentu fungsi utamanya ditambah, bukan hanya untuk mentradisikan legenda pamuput akhir dari yadnya, tetapi untuk media dharma wacana. Sekarang ini bukan hanya hama tikus yang meresahkan tetapi juga terjadinya kemerosotan moral pada generasi muda. Nah, siapa tahu Topeng Sidakarya bisa menjadi media perlawanan dalam mengatasi masalah moral ini dan bisa menjadi tongkak untuk menguatkan kesenian di bali khususnya seni tari wali ini.
Ritual pembuatan
 Tak hanya sang penari, proses pembuatannya pun tak bisa sembarangan karena memang tak dipakai untuk sembarangan. Topeng Sidakarya ini lain dengan topeng-topeng yang dibuat dan dijual secara massal, seperti di pasar-pasar kerajinan atau pasar oleh-oleh. Perbedaannya bisa mulai dari pemilihan bahan kayu, ritual memulai memahat, pengawetannya, hingga ritual penghidupan topeng tersebut. Namun, jangan salah paham dengan adanya ritual penghidupan topeng ini. Penghidupan ini bukannya topeng tersebut kemudian bisa berbicara, melainkan dimaksudkan terasa lebih hidup dan menyatu dengan sang penarinya, yakni proses inisiasi (penyucian) dan pesupati (menghidupkan). Biasanya, si penari topeng Sidakarya yang telah mewinten memiliki satu topeng khusus untuk dirinya ngayah. Satu hal lagi, pembuat topengnya pun melewati tahapan mewinten. penyakralan pada pembuatan topeng ini mampu menahan manusia untuk tidak semena-mena terhadap alam, khususnya pepohonan. Karena itu, dari pemilihan kayu hingga penebangannya pun harus disesuaikan dengan musim serta hari baiknya dengan tujuan agar alam tidak murka. Namun, ketika topeng sudah menjadi kerajinan yang dibuat secara massal, manusia menjadi rakus tanpa memilih kayu itu sudah cukup umur sampai tanpa pemilihan musim yang tepat pula. Semua demi kepentingan uang, bahkan pariwisata. Wajar jika kemudian alam menjadi murka. Inilah salah satu pesan topeng Sidakarya tentang alam.
Waktu pembuatan topeng sakral ini pun bervariasi, tergantung dari mood sang pengukirnya, bisa hanya tiga hari atau sebulan. Hal yang unik selama pembuatan topeng sakral, antara lain, adalah pengawetannya yang harus direbus dengan kuah bumbu genep (bumbu dapur lengkap) selama 12 jam tanpa putus. Awet dan tidaknya topeng juga tetap tidak lepas dari awal pencarian kayu cendana, pole, atau batang kamboja, termasuk pemilihan tanggal penebangannya. Dari puluhan tahun lalu, semua pembuatan topeng menggunakan ilmu logika dan pertimbangan penuh. Inilah seni lokal genius. Sayangnya, bahan pengawetan alami ini tidak diikuti dengan pewarnaan alami. Pewarnaan alami tidak lagi memiliki kualitas sama kuat antara puluhan tahun lalu dan sekarang. Karena itu, terpaksa digantikan dengan cat kimia dengan pemilihan kualitas nomor wahid. Topeng sakral selain topeng Sidakarya di Pulau Dewata, juga ada topeng yang sengaja disakralkan dan biasanya disimpan di pura-pura, seperti Rangda, Barong, dan Irarung. Pementasannya pun tidak setiap saat karena memiliki hari atau waktu pementasan sendiri. Semua topeng sakral ini pun diberikan banten dan doa-doa, terutama ketika tumpek wayang, sebagai persembahan kepada Dewa Iswara.

Tari Oleg Tamulilingan

Kamis, 16 Oktober 2014
Posted by Unknown
           Salah satu tari yang menjadi ikon dan kemudian menjadi genre tari Bali pada kurun masa berikutnya adalah Oleg Tamulilingan. Karya tari yang amat kesohor hingga ke mancanegara ini diciptakan I Ketut Marya yang kemudian lebih akrab dipanggil I Mario. Bagaimana sesungguhnya perjalanan awal hingga terciptanya tari Oleg Tamulilingan ini?


ADALAH budayawan bernama John Coast (1916-1989), kelahiran Kent, Inggris, sangat terkesan dengan kebudayaan Bali. Sebelum berkiprah di Bali, ketika perang dunia kedua meletus, Coast masuk wajib militer dan sebagai perwira, sampai sempat bertugas di Singapura. Ketika Singapura keburu dikuasai Jepang, Coast yang berstatus tawanan lalu dikirim ke Thailand. Namun begitu, Coast memang berbakat seni. Ia ternyata melahirkan tulisan "Railroad of Death" pada 1946 yang kemudian mencapai best seller dalam waktu singkat. Hal itu mendorong semangatnya lagi untuk menulis buku "Return to the River Kwai" pada 1969. Di sela itu, Coast sempat berkolaborasi dengan seniman musik dan tari dari berbagai latar budaya, hingga menggelar pertunjukan konser pasca-perang.



Setelah merasa aman, pada 1950 Coast meninggalkan Bangkok menuju Jakarta karena terdorong untuk mengabdi kepada perjuangan Indonesia. Dalam waktu singkat, ia mendapat kepercayaan dari Bung Karno untuk memegang jabatan sebagai atase penerangan Indonesia. Selama di Indonesia, Coast menikah dengan Supianti, putri Bupati Pasuruan. Ketika menetap di Bali, ia tinggal di kawasan Kaliungu, Denpasar.

Cinta Coast pada seni budaya Bali mulai tumbuh saat tersentuh tradisi dan kehidupan masyarakat. Kesenian ternyata amat memikat hati dan obsesinya untuk mengorganisir sebuah misi kesenian ke Eropa. Selama petualangannya mengamati beberapa sekeha gong di Bali, Coast tertarik dengan penampilan sekaha gong Peliatan. Pada 1952, Coast menilai bahwa Gong Peliatan dengan permainan kendang AA Gde Mandera yang ekspresif cukup layak ditampilkan di panggung internasional. Dalam rencana lawatan ke Eropa itu, Coast ingin juga membawa sebuah tarian yang indah dan romantik, di samping beberapa tarian yang sudah sering dilihatnya.

Atas saran Mandera, Coast lalu menghubungi penari terkenal sekaligus guru tari I Ketut Marya yang kemudian akrab dipanggil I Mario. Mario yang kala itu sudah menciptakan tari Kebyar Duduk yang kemudian menjadi tari Terompong, bersedia bergabung dengan Gong Peliatan. Coast "merangsang" Mario untuk berkreasi lagi dengan memperlihatkan buku tari klasik ballet yang di dalamnya terdapat foto-foto duet "Sleeping Beauty" yaitu tentang kisah percintaan putri Aurora dengan kekasihnya Pangeran Charming. Maka terinspirasilah Mario menciptakan tari Oleg. Inilah yang diinginkan Coast.


 Untuk membawakan tari Oleg -- tarian baru itu, I Mario memilih I Gusti Ayu Raka Rasmi yang memiliki basic tari yang bagus. Dalam menata iringannya, Mario mengajak I Wayan Sukra, ahli tabuh asal Marga, Tabanan. Di samping itu, dilibatkan pula tiga pakar tabuh Gong Peliatan dalam menggarap gending Oleg itu yakni Gusti Kompyang, AA Gde Mandera, dan I Wayan Lebah.

Tari Oleg itu semula bernama Legong Prembon. Nampaknya Coast kurang berkenan dengan nama Legong Prembon karena kata itu sulit diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. I Mario lantas menggantinya menjadi tari Oleg Tamulilingan Mengisap Sari dan atas kesepakatan bersama akhirnya disebut Oleg Tamulilingan atau "The Bumble Bee Dance". Tarian ini menggambarkan dua ekor kumbang, jantan dan betina, sedang bersenang-senang di taman bunga sambil mengisap madu. Sebagai kumbang jantan pasangan Raka Rasmi, dipilihlah I Sampih yang jauh lebih tua, berasal dari Bongkasa, Badung.

Kata oleg dalam kamus bahasa Bali berarti "goyang". Dalam tarian yang melambangkan kumbang betina itu, memang terdapat gerakan bergoyang lemah gemulai seolah-olah pohon tertiup angin. Gerakan lemah gemulai tari Oleg ini nampak pada bagian pengadeng -- saat penari memegang oncer yang bergantian dengan kedua tangan ditekuk silang di depan dada, sambil bergoyang ke kanan dan ke kiri. Maka dinilai, pemeran yang cocok membawakannya adalah yang berperawakan langsing semampai sebagai pemberi kesan ngoleg.

Begitulah. Tarian ini lantas awalnya lebih dikenal di mancanegara daripada di Bali, karena begitu tercipta lalu dipakai ajang promosi Bali di luar. Sebelum berangkat ke Eropa, misi kesenian pemerintah RI itu terlebih dahulu pentas di Istana Merdeka untuk pamitan kepada Presiden Soekarno karena akan melawat sekitar 10 bulan mengunjungi Prancis, Jerman, Belgia, Italia, Inggris dan beberapa kota besar di Amerika Serikat. Mario tidak turut dalam rombongan itu. Namun beberapa tahun kemudian, bersama Gong Pangkung Tabanan, ia "menghipnotis" masyarakat Eropa, Kanada dan Amerika Serikat dengan berbagai improvisasi gerak tari indah dalam tari Kebyar Duduk dan tari Terompong pada acara "Coast to Coast Tour" pada 1957 dan 1962.



I KETUT MARYA

siapa I Ketut Marya atau I Mario? Ia lahir pada 1897, anak bungsu lima bersaudara dari keluarga petani miskin asal Banjarangkan, Klungkung. Ayahnya meninggal ketika Mario berumur enam tahun. Musim kemarau berkepanjangan yang menyebabkan penderitaan para petani, memaksa keluarga Mario mengungsi ke arah Barat hingga sampai di Desa Tunjuk, Tabanan. Ni Mentok, ibu Mario, bersama anak-anaknya kemudian "dipungut" oleh saudagar Cina, Tan Khang Sam.

Sifat Mario yang humoris dan pemberani ternyata menarik simpati majikannya. Suatu hari, Mario diajak ke Puri Kaleran, Tabanan, untuk urusan dagang. Penampilan Mario yang sopan menarik simpati raja sehingga Mario sekeluarga dijadikan abdi Puri. Dalam suasana Puri yang sering mementaskan tetabuhan dan tari-tarian, membuat Mario selalu duduk dekat gamelan dan kadang-kadang menari sendirian. Raja pun melihat bakat Mario sehingga ia dicarikan guru tari ke Mengwi. Maka, pada umur sembilan tahun, Mario telah menguasai beberapa tarian.

Penampilan Mario mulai diperhitungkan oleh penari senior. Guru tarinya meramalkan bahwa kelak Mario akan menjadi penari besar karena gerakan tubuhnya lentur, ekspresi wajah penuh kejiwaan seirama dengan iringan gamelan. Sekeha Gong Pangkung yang sering tampil di Puri Kaleran memiliki peran sangat penting bagi sosok Mario. Tahun 1922, Mario telah mempelajari tabuh kakebyaran yang "lahir" di Buleleng pada 1915. Mario pun dilatih oleh Wayan Sembah dan Wayan Gejir.

Salah satu tari ciptaan Mario adalah Kebyar Duduk. Ceritanya, suatu hari pada 1929, Mario menonton latihan gong kebyar di sebuah desa dekat Busungbiu, Buleleng. Salah seorang pemain kendang sempat melihat Mario menari Gandrung dan memintanya menari diiringi gending kebyar yang sedang dimainkan. Mario secara spontan menari sesuai irama gamelan. Sebagai penari Gandrung, Mario ingin mencari pasangan menari, namun tak berhasil karena berada di tengah kalangan yang dikitari gamelan dan penabuh. Dasar seniman kreatif, akhirnya Mario menjawat pemain kendang. Sambil bermain, pemain kendang pun ternyata merespons tarian Mario. Maka, secara spontan lahirlah tarian Kebyar Duduk.

Pada kesempatan lain, Mario yang suka bercanda merampas panggul pemain terompong dan secara improvisasi memainkan panggul itu mengikuti gending yang sedang dimainkan. Dari situ, maka terciptalah tari Kebyar Terompong. Tari ini selanjutnya disempurnakan saat Mario menjadi penari tetap Gong Belaluan untuk menghibur wisatawan di Bali Hotel, Denpasar. Sejak itu, nama Mario menjulang tinggi karena ia berani mendobrak kebekuan keberadaan seni tari Bali dengan penampilan baru. Boleh jadi, fenomena itu sebagai ikon yang paling fantastis bagi pembaruan gong kebyar di Bali Selatan.

I Mario memang telah pergi untuk selama-lamanya pada 1978. Namun namanya telah melegenda. Ia telah mendapat dua anugerah seni secara bersamaan pada 17 Agustus 1961, berupa Dharma Kusuma dan Wijaya Kusuma. Pemda Tabanan pada 1980 telah memberikan penghargaan Dharma Kusuma Madya. Untuk mengenang Mario dengan karya seninya, namanya telah terpateri sebagai Gedung Mario, sebuah bangunan serbaguna di jantung Kota Tabanan. Pun tari Oleg Tamulilingan sebagai simbol percintaan, dijadikan patung monumen penghias halaman gedung itu.

Tari Margapati

Rabu, 15 Oktober 2014
Posted by Unknown


             Tari Margapati ini berasal dari kata "Marga". Di Bali, kata marga adalah sebutan dari kata "jalan" atau "margi" seperti "Marga Tiga" yaitu jalan simpang tiga dan "pati" merupakan kematian atau meninggal dunia sehingga tari ini mungkin berarti jalan menuju kematian atau tarian yang menggambarkan kesalahan jalan seorang wanita, karena tari ini biasanya ditarikan oleh seorang penari wanita dengan gerakan - gerakan yang menyerupai seorang laki - laki.




           Dari keterangan Foto diatas oleh Agus Veri, Tari Margapati ini adalah buah karya dari Bapak Nyoman kaler  dan diciptakan pada tahun 1942. Juga Margapati diartikan yaitu : Kata marga berasal dari ‘mrega’ yang berarti binatang, sedang pati berarti mati. Gerak-gerik raja hutan yang sedang mengintai dan siap membinasakan mangsanya telah memberikan inspirasi pada penciptanya untuk menggubah tarian ini.


Tari Cendrawasih

Senin, 13 Oktober 2014
Posted by Unknown




          Busana ditata sedemikian rupa, sehingga Tari Cendrawasih dari Bali ini menggambarkan keindahan dan keelokan burung cendrawasih di Lombok dan di pegunungan Irian Jaya.




            Kisah yang digambarkan di dalam Tari Cendrawasih menurut Babad Bali adalah kehidupan burung Cendrawasih di pegunungan Irian Jaya pada masa birahi.
Tari duet yang ditarikan oleh penari putri, kendatipun dasar pijakannya adalah gerak tari tradisi Bali, beberapa pose dan gerakannya dari tarian ini telah dikembangkan sesuai dengan interpretasi penata dalam menemukan bentuk - bentuk baru sesuai dengan tema tarian ini. Busana ditata sedemikian rupa agar dapat memperkuat dan memperjelas desain gerak yang diciptakan.
Tarian ini di ciptakan oleh N.L.N. Swasthi Wijaya Bandem (yang juga sebagai penata busana dari pada tarian ini) dalam rangka mengikuti Festival Yayasan Walter Spies. penata tabuh pengiring adalah I Wayan Beratha dan I Nyoman Widha pada tahun 1988.

Ditambahkan juga, Tari Cendrawasih dalam Budaya Indonesia juga menggambarkan tentang keelokan burung Cenderawasih yang mendiami bagian timur Pulau Lombok.




Tari Legong Kraton

Rabu, 08 Oktober 2014
Posted by Unknown


     Legong Keraton adalah sebuah tarian klasik Bali yang memiliki pembendaharaan gerak yang sangat komplek dan diikat oleh struktur tabuh pengiring yang konon mendapat pengaruh dari Tari Gambuh. Kata Legong Keraton terdiri dari dua kata yaitu legong dan kraton. Kata legong diduga berasal dari kata “leg” yang berarti gerak tari yang luwes, Lemah gemulai. Sementara “gong” berarti gambelan. “leg” dan “gong” digabung menjadi legong yang mengandung arti gerakan yang diikat, terutamaaksentuasinya oleh gambelan yang mengiringinya.Jadi Legong Keraton berarti sebuah tarian istana yang diiringi oleh gambelan.


 FUNGSI TARI LEGONG KERATON
  •      Sebagai sarana untuk pertunjukan dan hiburan
  •      Sebagai ungkapan keindahan ataupun aktivitas keindahan itu sendiri
  •      Sebagai aktivitas kreaktif
  •      Untuk mengikat rasa persatuan
PERKEMBANGAN TARI LEGONG KERATON
      Tari ini dikembangkan di Peliatan. Tarian Legong berkembang di keraton-keraton Bali pada abad ke-19. Tari Legong adalah berasal dari desa Sukawati, yaitu di Puri Paang Sukawati. Dari Sukawati legong berkembang kebergagai pelosok desa di Bali seperti; di Puri Agung  desa Saba ( sekarang di Puri Taman Saba), di Peliatan, di Bedulu, di Benoh Denpasar, dan lain sebagainya. Di desa Saba yaitu di Puri Saba tari legong keraton, menurut I Gusti Gede Raka sudah ada sekitar tahun 1911, dibawah pimpinan serta asuhan I Gusti Gede Oka yang bergelar Anak Agung di desa Saba, yaitu kakek beliau sendiri.IGusti Gede Oka dengan membawa calon penari datang ke Sukawati, belajar tari legong di desa Sukawati yaitu di Puri Paang, dengan guru tarinya pada waktu itu adalah Anak Agung Rai Perit.
    Di atas tahun 1920-an kepemimpinan sekha legong di Saba yang juga merangkap sebagai pelatih dan pembina seka legong di Saba adalah putra beliau bernama I Gusti Bagus Jelantik sampai tahun 1940-an, yang mana beliau juga belajar di Puri paang Sukawati.  Di atas tahun 1945-an kepemimpinan sekha legong  yang juga merangkap sebagai pelatih dan pembina adalah I Gusti gede Raka yaitu keponakan dari I Gusti Bagus Jelantik, yang lebih dikenal dengan sebutan Anak Agung Raka Saba, karena beliau adalah orang Puri.

GERAK TARI DALAM TARI LEGONG KERATON
  • —  Miles adalah tumit diputar kedalam (kanan – kiri). Gerakan ini misalnya terjadi pada pergantian posisi ngagem.
  • —  Mungkah lawang adalah gerakan tari yang pertama sebagai awal dari suatu tarian. Maksud dari gerakan ini yaitu untuk membuka langse.
  • —  Agem kanan adalah berat badan ada pada kaki kanan, jarak kaki kira-kira 1 genggam serta badan condong ke kanan. Tangan kanan sirang mata dan tangan kiri sirang susu.
  • —  Sledet adalah gerakan mata yang dimana gerakan ini dapat dilakukan ke samping kanan atau kiri dan merupakan ekspresi pokok dalam tari Bali.
  • —  Luk nerudut adalah gerakan kepala ke kanan dan ke kiri yang ditarik secara stakato.
  • —  Ulap – ulap adalah posisi lengan agak menyiku dengan variasi gerak tangan seperti orang memperhatikan sesuatu.
  • —  Ngejat pala adalah kecepatan dari gerakan ngotag pala
  • —  Agem kiri adalah berat badan ada pada kaki kiri, jarak kaki kira-kira 1 genggam serta badan condong ke kiri. Tangan kiri sirang mata dan tangan kanan sirang susu.
  • —  Ngelo adalah gerak tangan bergantian sejajar dengan pinggang dan dahi
  • —  Ngenjet adalah menekankan kaki kanan atau kiri secara bergantian ke depan, tumit tidak menempel di tanah (menjinjit) dan badan agak merendah (ngeed).
  • —  Nyeregseg adalah gerakan kaki dengan langkah ke samping cepat dan bisa digerakkan kesegala arah.
  • —  Ngumad adalah gerakan menarik kaki yang didominit oleh gerakan tangan ke arah sudut belakang. Gerakan ini dipakai pada waktu akan ngangsel ngeteb ataupun ngumbang.
  • —  Ngumbang adalah gerakan berjalan pada tari wanita dengan jatuhnya kaki menurut maat gending ataupun pukulan kajar.
  • —  Milpil adalah gerakan berjalan juga, hanya ragamnya lebih halus, kadang – kadang injakan – injakan tapak kai lebih dari satu kali.
  • —  Lasan megat yeh adalah sikap kaki sama dengan sregseg hanya berbeda pada arah gerakan yaitu ke sudut kanan depan.
  • —  Ngepik adalah leher direbahkan ke kanan dan ke kiri.

IRINGAN TARI LEGONG KERATON
 Iringan tari legong keraton yaitu :
  • —  Ritme pada tari legong keraton
  • —  Gamelan palegongan

Tari Baris

Minggu, 05 Oktober 2014
Posted by Unknown


 


 
    Tari Baris menurut Babad Bali merupakan tarian pasukan perang. "Baris" yang berasal dari kata bebaris yang dapat diartikan pasukan maka tarian ini menggambarkan ketangkasan pasukan prajurit. Tari ini merupakan tarian kelompok yang dibawakan oleh pria, umumnya ditarikan oleh 8 sampai lebih dari 40 penari dengan gerakan yang lincah cukup kokoh, lugas dan dinamis, dengan diiringi Gong Kebyar dan Gong Gede.
     Budaya menari telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Bali. Tari tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi menjadi pelengkap dalam berbagai ritual keagamaan dan bahkan ada yang diposisikan sebagai ritual itu sendiri. Di antara tari-tarian yang ada dalam kehidupan masyarakat Bali, ada salah satu jenis tari yang identik sebagai tari kaum lelaki, yaitu tari baris. Tari ini biasanya menjadi tari pertama yang diajarkan kepada setiap anak laki-laki di Bali sebelum mereka beranjak dewasa.   Menurut catatan sejarah, tari baris diperkirakan telah ada pada pertengahan abad ke-16. Dugaan ini didasarkan pada informasi yang terdapat pada Kidung Sunda, diperkirakan berasal dari tahun 1550 Masehi. Pada naskah tersebut, terdapat keterangan mengenai adanya tujuh jenis tari baris yang dibawakan dalam upacara kremasi di Jawa Timur.
Selain itu, terdapat juga keterangan bahwa pada awal kemunculannya, tari baris merupakan bagian dari ritual keagamaan di kala itu. Jenis tari baris yang berkaitan dengan ritual keagamaan disebut tari baris upacara atau tari baris gede. Tari baris jenis ini dibawakan secara kelompok oleh delapan sampai 40 orang, dengan berbagai pernak-perik pelengkap berupa senjata tradisional yang bervariasi tergantung asal daerah dari setiap tarian.
      Dalam perkembangannya, sekitar abad 19, muncul varian baru dari tari baris, yaitu tari baris tunggal. Tari baris tunggal merupakan tari non-sakral yang dipentaskan sebagai hiburan rakyat. Tari baris tunggal dibawakan oleh 1-2 orang penari dan dicirikan dari gerakan para penari yang lebih energik dan busana yang lebih berwarna.
    Secara visual, tari baris dapat dicirikan dari busana yang digunakan penarinya. Para penari, yang semuanya pria, menggunakan mahkota berbentuk segi tiga dihiasi kulit kerang yang berjajar vertikal di bagian atasnya. Selain itu, tubuh penari dibungkus kostum berwarna-warni yang terlihat longgar, menjuntai ke bawah, dan bertumpu pada bagian pundak. Kostum atau busana ini akan mengembang saat penari melakukan gerakan memutar dengan satu kaki, memberikan efek dramatis dalam koreografi yang dibawakan.
      Gerak-gerak dalam tari baris menceritakan ketangguhan para prajurit Bali di masa lalu. Kedua pundak penari diangkat hingga hampir setinggi telinga. Kedua lengan yang nyaris selalu pada posisi horizontal dengan gerak yang tegas. Gerak khas lainnya yang ada pada tari baris adalah selendet atau gerak delik mata penari yang senantiasa berubah-ubah. Gerak ini menggambarkan sifat para prajurit yang senantiasa awas terhadap situasi di sekitarnya

Tari Sekar Jagad

Minggu, 28 September 2014
Posted by Unknown

Mungkin Anda sudah tidak asing lagi mendengar pulau Bali. Pulau yang terkenal dengan keindahan alamnya. Namun, tidak kalah juga keindahan seninya pun banyak di minati para pelancong loo. Baik pelancong dalam negeri ataupun manca negara. Nah, pada kesempatan hari ini, kami kan membahas sedikit tentang sejarah asal usul tari sekar jagat. Tarian ini merupakan tari tradisiaonal Bali yang banyak di  gemari orang-orang loo. Anda pasti penasaran kan dengan asal usulnya. 
Nama Tari Sekar Jagad awalnya di ambil dari kata “Sekar” yang artinya bunga yang harum. Sedangkan “Jagad” memiliki arti dunia. Oleh karena itu, tari sekar jagad dapat juga di artikan dengan bunga di taman yang harumnya sampai ke seluruh dunia. Tarian ini biasanya di pentaskan oleh para penari wanita. Para penari menari dengan lemah gemulai dan gerakan-gerakan yang ritmis dan serempak. 
Pada tahun 1993, Tari Sekar Jagad mulai di ciptakan oleh Swasthi Widjaya Bandem dan gambelan (music traditional bali ) oleh Bapak I Nyoman Windha. Awalnya tarian ini hanya di pentaskan di daerah keraton saja. Namun sekarang sudah banyak di kenal oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, juga manca negara yang berkinjung ke Pulau Bali. Tarin ini sering di pentaskan sebagai hiburan masyarakat.

Pakaian Tari Bali (Tari Sekar Jagat) 1 set : 
Terdiri dari :
- Hiasan kepala (Gelungan)
- Gelang 
- Hiasan leher (Badong Kulit)
- Tutup Dada
- Strapless Prada
- Pending Prada Jepang
- Selendang
- Kain
- Tapih

Tari Panyembrama

Kamis, 25 September 2014
Posted by Unknown
Bali memang terkenal memiliki berbagai macam tarian daerah, namun yang satu ini mungkin tak asing kita dengar. Tari Panyembrama (asal kata sambrama yang berarti sambutan) merupakan tari tradisional bali yang sering ditampilkan dalam menyambut tamu, yang biasanya tamu istimewa. Namun, awalnya Tari Panyembrama merupakan tari pelengkap persembahan sebelum Tari Sanghyang atau Rejang yang dipentaskan dalam upacara di Pura bagi umat Hindu.

Tarian yang diciptakan oleh maestro tari I Nyoman Kaler (alm) pada awal tahun 70an diiringi oleh musik tradisional Gong Kebyar dengan mengenakan pakaian adat bali. Gerakan yang dirancang mulai dari lirik mata, senyum, hentakan kaki, goyangan pinggul, gemulai gerakan tangan hingga lembutnya gerakan jari jemari menandakan sambutan yang hangat dibandingkan tari bali lainnya yang gerakannya lebih dinamis.

Serpihan bunga yang ditaburkan penari pada salah satu komposisi tarian melambangkan ungkapan selamat datang kepada para tamu dengan seluruh gerakan yang penuh kehangatan, kegembiraan, dan penghormatan menjadi nilai tambah untuk tari tradisional ini.



Tari Pendet

Selasa, 23 September 2014
Posted by Unknown

















Seperti dikutip dari ISI Denpasar, lahirnya tari Pendet adalah sebuah ritual sakral odalan di pura yang disebut mamendet atau mendet. Prosesi mendet berlangsung setelah pendeta mengumandangkan puja mantranya dan seusai pementasan topeng sidakarya—teater sakral yang secara filosofis melegitimasi upacara keagamaan. Hampir setiap pura besar hingga kecil di Bali disertai dengan aktivitas mamendet. Pada beberapa pura besar seperti Pura Besakih yang terletak di kaki Gunung Agung itu biasanya secara khusus menampilkan ritus mamendet dengan tari Baris Pendet. Tari ini dibawakan secara berpasangan atau secara masal oleh kaum pria dengan membawakan perlengkapan sesajen dan bunga.

Tari Pendet bercerita tentang turunnya dewi-dewi kahyangan ke bumi. Biasanya menurut gentra.lk.ipb.ac.id, Tari Pendet dibawakan secara berkelompok atau berpasangan oleh para putri, dan lebih dinamis dari tari Rejang. Ditampilkan setelah tari Rejang di halaman Pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih).

Para penari Pendet berdandan layaknya para penari upacara keagamaan yang sakral lainnya, dengan memakai pakaian upacara, masing-masing penari membawa perlengkapan sesajian persembahan seperti sangku (wadah air suci), kendi, cawan, dan yang lainnya.
Pada dasarnya dalam tarian ini para gadis muda hanya mengikuti gerakan penari perempuan senior yang ada di depan mereka, yang mengerti tanggung jawab dalam memberikan contoh yang baik. Tidak memerlukan pelatihan intensif.


Sejarah Perkembangan.




1950. Tari Pendet disepakati lahir.
Tari Pendet tetap mengandung anasir sakral-religius dengan menyertakan muatan-muatan keagamaan yang kental.
Pada 1961, I Wayan Beratha mengolah kembali tari pendet tersebut dengan pola seperti sekarang, termasuk menambahkan jumlah penarinya menjadi lima orang. Berselang setahun kemudian, I Wayan Beratha dan kawan-kawan menciptakan tari pendet massal dengan jumlah penari tidak kurang dari 800 orang, untuk ditampilkan dalam upacara pembukaan Asian Games di Jakarta.
1967. Koreografer bentuk modern Tari Pendet.
Pencipta atau koreografer bentuk modern tari Pendet ini adalah I Wayan Rindi (?-1967), merupakan penari yang dikenal luas sebagai penekun seni tari dengan kemampuan menggubah tari dan melestarikan seni tari Bali melalui pembelajaran pada generasi penerusnya. Semasa hidupnya ia aktif mengajarkan beragam tari Bali, termasuk tari Pendet kepada keturunan keluarganya maupun di luar lingkungan keluarganya.